Sa'id Hawwa adalah sosok ulama yang cukup vokal dalam menyuarakan kebenaran
(al-Islam). Ulama yang hidup di Mesir ini telah banyak menghasilkan tulisan-tulisan
keislaman yang sangat berkualitas dan dibutuhkan ummat. Pemikiran-pemikirannya
senantiasa merujuk pada al-Qur'an dan as-Sunnah. Namun, pemikiran-pemikirannya
tidak lepas dari kontroversi dan kritikan (protes) dari mereka yang merasa
berat untuk melaksanakan Islam secara total (kaffah) sebagaimana
yang selalu 'diteriakkan' oleh beliau.
Dalam bukunya yang berjudul "Min Ajli Khuthwatin ila al-Amam'ala Thariqi al-Jihad al-Mubarak", Sa'id Hawwa mengungkapkan ketentuan-ketentuan dalam Islam yang bersifat badihi (prinsipil), yaitu merupakan ketentuan yang sudah jelas nash-nya dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Dan semua ummat Islam wajib menerima ketentuan atau konsepsi dalam Islam yang bersifat badihi tersebut. Menurut Sa'id Hawwa, ada sepuluh ketentuan yang bersifat badihi (prinsipil). Berikut ini ke-sepuluh prinsip tersebut yang diringkas dari buku "10 Aksioma tentang Islam" - terjemahan dari buku "Min Ajli Khuthwatin ila al-Amam'ala Thariqi al-Jihad al-Mubarak". Prinsip Pertama Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang dibebankan pada seluruh
ummat manusia, di barat atau di timur, di utara atau di selatan, berkulit
kuning, merah, putih atau hitam. Allah swt telah mengumumkan bahwa Dia
tidak akan menerima sistem hidup (ad-Dien) selain Islam dengan firman-Nya:
Yang dimaksud dengan Islam adalah risalah yang diturunkan Allah swt
melalui Nabi Muhammad saw. Risalah ini merupakan penutup seluruh risalah
Allah swt, dan demikian risalah atau agama yang diturunkan Allah sebelumnya
melalui para Nabi-Nya yang terdahulu tidak berlaku lagi. Karena itu seluruh
manusia diwajibkan untuk memeluk Islam sampai Hari Kiamat. Barangsiapa
yang tidak mengimani Islam, sedangkan seruan Islam telah sampai kepadanya,
maka ia dianggap sebagai ahli neraka.
Prinsip Kedua Islam adalah satu-satunya jawaban yang benar dan bersih terhadap semua
persoalan manusia. Ia mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi
keyakinan, ibadat, syari'at dan syi'ar-syi'ar. Islam merupakan neraca dan
satu-satunya tolok ukur untuk semua sisi kehidupan manusia. Dari Islamlah
terefleksinya petunjuk yang benar dan lurus serta selamat dalam segala
hal.
Al-Qur'an menerangkan segala persoalan, apakah melalui nash-nashnya atau melalui kesimpulan-kesimpulan yang tepat tentang nash-nash tersebut berdasarkan hadits, qiyas, ijma' ulama, istihsan, istishab, istislah, 'urf, hukum-hukum yang diakui oleh akal, syara' atau hukum adat menurut batas-batas yang dibenarkan oleh nash tersebut. Prinsip Ketiga Bila seseorang masuk Islam, berarti ia telah menyerah secara mutlak
kepada Allah swt dalam semua persoalan yang mencakup semua aspek kehidupan,
termasuk yang berhubungan dengan jiwa, akal, hati, ruh, perasaan, emosi,
perbuatan, pemikiran, kepercayaan dan peribadatan. Termasuk dalam hal konstitusi
dan undang-undang kehakiman. Di samping itu Islam berarti penolakan total
terhadap seluruh bentuk penyekutuan dengan selain Allah. Allah swt berfirman:
Prinsip Keempat Dalam Islam pemikiran eksperimental merupakan salah satu fenomena proses
pembentukan pribadi Muslim atau karakteristik Islam. Oleh karena itu segala
sesuatu yang telah dicapai oleh akal yang sehat dan melalui proses percobaan
adalah sesuatu yang dapat diterima dari sudut pandangan Islam dan diberi
jaminan kepercayaan terhadap kesahannya. Rasulullah pernah bersabda:
Namun jika pemikiran-pemikiran eksperimental itu sudah tidak murni lagi, telah diwarnai oleh sistem hidup yang tidak Islami, maka kita berkewajiban untuk membersihkannya terlebih dahulu, dan mewarnainya dengan nilai-nilai Islam yang bersih, sebelum kita menggunakannya. Prinsip Kelima Islam adalah satu sistem yang sempurna dan lengkap, karena ia mencakup seluruh sistem politik, sosial, ekonomi dan moral. Oleh karena itu mengabaikan atau melupakan sebagian dari sistem Islam berarti menghalangi perjalanan seluruh sistem itu sendiri. Begitu juga menegakkan politik yang tidak berdasarkan pada pilar-pilar Islam merupakan satu kendala dan sekaligus tantangan terhadap Islam. Seluruh sektor kehidupan kaum Muslimin harus selalu berlandaskan pada nilai-nilai dan syari'at Islam, ekonominya, politiknya, sosialnya, pendidikannya, militernya dan sektor-sektor lainnya. Tidak dibenarkan melaksanakan Islam secara parsial (tentunya selama kondisi dan kemampuan memungkinkannya). Apakah patut kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebagian yang lain? Maka tidak ada balasan bagi yang berbuat demikian
dari kamu, kecuali kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat
mereka akan dikembalikan kepada siksa yang amat berat. Allah tidak lengah
terhadap apa yang kamu perbuat. (Qs.al-Baqarah:85)
Prinsip Keenam Seluruh kaum Muslimin dibebani kewajiban menegakkan kalimatullah agar
Islam menjadi satu-satunya Dien yang tegak di bumi ini. Allah berfirman:
Barangsiapa yang berperang untuk menjadikan kalimatullah yang tertinggi sekali, maka ia berjuang di jalan Allah. (al-Hadits) Salah satu tujuan Allah mengutus Rasul-Nya adalah agar Islam sebagai
dienullah menang terhadap dien-dien (sistem hidup) lainnya. Karena itu
semua pengikut Muhammad berkewajiban untuk mewujudkan kemenangan Islam
dengan berjihad di jalan-Nya.
Prinsip Ketujuh Kaum Muslimin dalam satu negara, bahkan di seluruh dunia harus merupakan satu sekutu, satu blok dan satu jama'ah. Sekutu ini adalah sekutu iman dan politik. Apa pun bentuknya yang memisahkan dan mengesampingkan hal ini adalah satu kekufuran dan kesesatan yang amat besar. Sekutu dan blok tersebut harus mempunyai imam tersendiri. Kepemimpinan dan persatuan bagi ummat Islam sangat penting sekali. Para
sahabat Rasulullah saw telah mendahulukan pemilihan khalifah ketimbang
mengubur jenazah Rasulullah saw. Dalam satu kesempatan Rasulullah saw bersabda:
Mu'min dengan mu'min lainnya itu ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya ada yang sakit, maka anggota tubuh lainnya ikut merasa sakit. Demikian Rasulullah pernah mengingatkan ummatnya. Umar bin Khattab pernah berkata, "Tidak ada Islam tanpa jama'ah, tidak ada jama'ah tanpa imamah, tidak ada imamah tanpa ketaatan, dan tidak ada ketaatan tanpa bai'at. Barangsiapa yang keluar dari jama'ah maka ia telah keluar dari Islam."* Prinsip Kedelapan Dalam kondisi kekuasaan politik Islam dan kaum Muslimin di seluruh penjuru
dunia sedang mengalami kehancuran dan kelumpuhan seperti sekarang, maka
merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk cepat-cepat melantik seorang
imam yang akan memimpin perjuangan, atau untuk mempersiapkan diri menghadapi
peperangan, atau melakukan persiapan yang matang untuk memilih seorang
yang akan memimpin mereka. Hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat
mendesak untuk segera dilaksanakan.
Dalam memperjuangkan kebenaran (al-Islam) diperlukan kesungguhan, sumber
daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, sarana dan prasarana
serta pengorganisasian yang rapi. Sayyidina Ali ra pernah mengatakan, "Kejahatan
yang terorganisir dapat megalahkan kebenaran yang tidak terorganisir."
Agar perjuangan dapat terorganisir maka diperlukan kepemimpinan, yang manhaj
kepemimpinannya berpegang kepada al-Qur'an dan as-Sunnah.
Prinsip Kesembilan Menyertai dan bergabung dengan jama'ah Islam dan imamnya adalah suatu kewajiban besar di dalam Islam. Kewajiban ini secara langsung tidak memberikan peluang untuk mengelakkan diri dari keterlibatannya dengan jama'ah dan imamnya, kecuali dalam kondisi dimana orang-orang Islam tidak mempunyai jama'ah dan imamnya. Maka dalam keadaan seperti itu, seorang Muslim harus memisahkan diri dari perkumpulan sesat dan tetap berpegang kepada yang haq. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta
Abu Daud, dari Hudzaifah al-Yamani, diriwayatkan sebagai berikut:
Persoalannya sekarang, apakah bumi yang kita diami ini telah kehilangan
jama'ah dan imamnya, sedang Rasulullah saw bersabda:
Imam Ali ra mengatakan, "Tidak akan sunyi bumi ini dari seorang pemimpin yang berdiri untuk Allah dengan hujjah-hujjahnya." Prinsip Kesepuluh Ummat Islam, sebenarnya merupakan satu jama'ah atau satu partai, dan maju mundurnya jama'ah ini tergantung pada pencapaian ilmu, karakteristik, dan komitmen ummat terhadap Islam. Oleh karena itu segenap kaum Muslimin harus terikat pada rencana atau program yang telah disusun. Dan rencana atau program yang disusun secara spontanitas pun harus tunduk kepada kaidah-kaidah yang ketat, dan tidak boleh membelakangi ke arah tercapainya tujuan. Karakteristik ummat Islam dan jama'ahnya adalah sesuai dengan ayat 36-43 surat asy-Syura. Karakteristik ummat Islam ialah beriman, bertawakkal, menjauhkan diri dari dosa-dosa kecil maupun besar dan perbuatan keji, mengontrol diri dari marah, menyambut seruan Allah dalam semua hal, mendirikan shalat, berinfaq di jalan Allah dan berlaku adil sesama manusia. Sedangkan ciri-ciri khusus dari jama'ah Islamiah ialah adanya syura dan selalu menentang kezaliman. Penutup Kekalahan, keterbelakangan, penindasan dan yang dialami ummat Islam sekarang ini disebabkan adanya perselisihan dan perpecahan yang menimpa ummat Islam dewasa ini. Perpecahan dan perselisihan ummat Islam sekarang ini persoalannya bukanlah terletak pada perlunya pembersihan jiwa dan hati, luwes dan sikap berhati-hati di dalam gerakan, tentang perlunya sikap berlindung, atau perlunya semangat jihad. Ia juga bukan karena perbedaan tentang perlunya penguasaan terhadap seluruh medan perjuangan, juga bukan karena perbedaan perlunya suasana terbuka yang menjamin keamanan da'wah Islamiah. Dan bukan pula karena perbedaan tentang persoalan-persoalan yang dapat memberikan pelayanan kepada orang Islam. Tetapi sumber segala perselisihan dan perpecahan di antara kita ialah karena adanya perbedaan pandangan terhadap persoalan-persoalan dalam Islam yang bersifat prinsipil (badihi). Sehingga banyak dari kalangan ummat Islam sendiri yang melupakan dan mengabaikan prinsip (pokok) dalam Islam. *) Keterangan (dalil) tambahan dari peringkas; Samsu Nugraha |